Kutai Kartanegara, Solidaritas – Warga Muara Enggelam, Kecamatan Muara Wis, Kabupaten Kutai Kartanegara, memiliki pengalaman menonton yang unik. Mereka menonton film di bioskop terapung yang berada di dermaga Muara Enggelam pada Selasa (22/7/2025) lalu.
Bukan di kursi mewah, mereka justru duduk di atas perahu mereka masing-masing. Sungguh pengalaman menonton yang unik!
Suasana dermaga Desa Muara Enggelam pada Selasa malam (22/7/2025) sangat meriah. Ratusan warga desa yang berada di tengah desa tanpa daratan di Danau Melintang ini menyaksikan film di bioskop dadakan yang diselenggarakan oleh Komunitas Layar Mahakama melalui platform Bioskop Terapung.
Dari atas perahu yang mereka bawa, para warga Desa Muara Enggelam dan desa lainnya berjejer menonton film. Raut wajah kebahagiaan terpancar di wajah mereka.
Pengalaman menonton film di bioskop terapung merupakan pengalaman baru bagi warga Muara Enggelam, Kecamatan Muara Wis, Kabupaten Kutai Kartanegara. Selama ini, menonton televisi atau bioskop merupakan kegiatan yang langka dilakukan oleh masyarakat desa.
Kalimantan Timur menjadi saksi semaraknya perhelatan Bioskop Terapung 3 Danau Kalimantan Timur 2025, yang digelar bulan lalu oleh Komunitas Layar Mahakama. Program ini menyambangi tiga danau ikonik, Danau Semayang di Desa Sangkuliang (20 Juli), Danau Melintang di Desa Muara Enggelam (22 Juli) dan Danau Jempang di Desa Tanjung Jone (24 Juli)
Layar Tancap Terapung hadir sebagai alternatif hiburan untuk masyarakat pesisir yang selama ini jauh dari akses bioskop konvensional. Ini merupakan upaya untuk mendekatkan hiburan kepada masyarakat yang berada di daerah terpencil.
Mansyah, warga Desa Muara Enggelam, mengaku bahwa menonton film merupakan hal yang langka dilakukan oleh masyarakat desa karena letak geografis yang berada di tengah Danau Melintang. Madi, Kepala Desa Muara Enggelam, mengatakan bahwa pemutaran film pilihan di tengah suasana yang sangat berbeda dari bioskop konvensional ini merupakan pengalaman yang tidak hanya tentang menonton film, namun juga hiburan bagi masyarakat Muara Enggelam.
“Jadi memang perlu kita sampaikan disini kita memang jauh dari keramaian. Jadi mungkin bisa jadi salah satu hiburan. Kemudian ada tontonannya gratis, bisa juga ada pemerannya warga lokal disini. Itu yang ditunggu-tunggu oleh warga Muara Enggelam.”
Mansyah menyampaikan bahwa karena lokasi desa mereka yang jauh dari keramaian, bioskop terapung menjadi salah satu hiburan yang sangat dinantikan. Apalagi ada tontonannya gratis dan pemerannya adalah warga lokal sendiri.

Sementara itu Madi Kepala Desa Muara Enggelam mengaku bahwa dipilihnya desa Muara Enggelam sebagai salah satu lokasi pemutaran Film merupakan suatu kebanggaan bagi masyarakat Muara Enggelam, Tidak hanya hiburan ini merupakan satu kehormatan bagi masyarakat yang menetap di desa yang berada di Danau Melintang ini.
“Pemutaran film pilihan di tengah suasana yang sangat berbeda dari bioskop konvensional ini merupakan pengalaman yang tidak hanya tentang menonton film, namun juga hiburan bagi masyarakat Muara Enggelam. Apalagi salah satu film yang diputar dari 5 film pendek yang disiapkan diproduksi di Desa Muara Enggelam dan melibatkan anak-anak Desa Muara Enggelam sebagai pemeran dalam film itu. Gembira sekali, masuknya tidak mudah masuk di layar bioskop ini, anak-anak bisa aktif untuk mengikuti arahan dari sutradara,” kata Madi.
Madi berharap setelah pemutaran Film 3 Danau ini dapat memperkenalkan Desa Muara enggelam dengan potensi wisata dan sumber daya alam yakni produk perikanan yang menjadi mata pencaharian masyarakat Muara enggelam.
Al Fayed, Festival Director Komunitas Layar Mahakama, mengatakan bahwa pemutaran film ini bertujuan untuk mengangkat kearifan lokal melalui media film, dengan fokus pada narasi-narasi lokal dari daerah-daerah yang jarang tersorot media, seperti kawasan Tiga Danau di Kalimantan Timur. Melalui pemutaran film ini, diharapkan mampu menggali potensi lokal, mengungkap kekayaan alam dan budaya yang tersembunyi di wilayah-wilayah seperti Tiga Danau.
“Kita tahu bahwa bioskop itu hanya ada di hilir. Sekarang kita ingin mendekatkan ke hulu dan kita juga pengen belajar dari orang-orang hilir yang kembali lagi ke hulu. Maka dari sinilah kita belajar, bahwa kita itu kembali lagi ke asal. Nah ini yang kami pikir, bukan lagi orang hulu harus ke hilir terus, sekarang kita orang hilir yang kembali ke hulu.”
Melalui film dan kegiatan budaya, Komunitas Layar Mahakama mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dengan menunjukkan bahwa Kalimantan Timur tidak hanya kaya secara sumber daya, tetapi juga narasi dan budaya. Ini merupakan upaya untuk memperkenalkan kekayaan budaya dan narasi lokal dari daerah hulu kepada masyarakat luas. ADV/Diskominfo Kukar/ IL