Kutai Kartanegara, Solidaritas — Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) menyadari bahwa membangun kemandirian ekonomi desa memerlukan strategi yang lebih komprehensif. Tidak cukup hanya dengan pelatihan dan pendampingan teknis, tetapi juga membutuhkan kerja sama lintas sektor dan perencanaan jangka panjang.
Untuk itu Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Kutai Kartanegara melakukan pendekatan melalui Strategi kolaboratif yang merupakan pendekatan yang efektif untuk membangun kemandirian ekonomi desa.
Dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, dan komunitas lokal, strategi ini dapat membantu meningkatkan kapasitas ekonomi desa dan mengurangi kemiskinan.
Pelaku usaha di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) meliputi berbagai sektor, termasuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Pada akhir tahun 2024, jumlah UMKM di Kukar mencapai 59.236, meningkat pesat dari 21 ribu pada tahun 2021. Peningkatan ini didorong oleh berbagai program pelatihan dan pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
Kerja sama lintas sektor di pastikan mampu meningkatkan kemandirian ekonomi desa, dengan perencanaan jangka panjang untuk memastikan keberlanjutan pembangunan ekonomi desa. Hal ini diungkapkan Kepala DPMD Kukar, Arianto kepada media di kantornya kamis (26/6/2025) .
Lebih lanjut Arianto mengatakan bahwa pendampingan kelembagaan, pelatihan manajerial, dan fasilitasi hukum sudah berjalan. Namun, banyak pelaku usaha desa masih terbentur pada kendala akses pasar, minimnya jaringan distribusi, serta pengelolaan usaha yang belum profesional.
“Kami berharap para pelaku usaha desa yang telah mendapatkan pelatihan, pembinaan, serta fasilitas dari pemerintah dapat tumbuh dan berkembang menjadi pengusaha mandiri yang mampu meningkatkan taraf hidup mereka,” kata Arianto, Kamis (26/6/2025).
Menurutnya, masalah pemasaran masih menjadi titik lemah. Produk UMKM desa banyak yang hanya beredar di lingkungan lokal karena keterbatasan akses digital, belum adanya etalase produk dalam event besar, dan minimnya kemitraan dengan sektor swasta.
Di sisi lain, kelembagaan seperti BUMDes dan koperasi dinilai masih butuh penguatan dalam pengelolaan arus kas, akuntansi sederhana, hingga kemampuan leadership.
“Tantangan kita bukan soal pelatihan saja, tapi bagaimana memastikan produk desa bisa dijual, dikelola, dan berkembang sesuai pasar. Jika ekosistemnya lengkap, desa bisa berkembang mandiri,” jelasnya.
Arianto menambahkan bahwa DPMD tidak bisa bekerja sendiri. Untuk menciptakan ekosistem ekonomi desa yang kokoh, diperlukan sinergi dengan Dinas Koperasi, instansi teknis, perguruan tinggi, investor, serta lembaga keuangan mikro.
Dalam program-program seperti Koperasi Merah Putih maupun penguatan UMKM desa, DPMD membuka ruang kolaborasi dengan pihak luar. Kerjasama ini diharapkan mampu memperluas akses pasar, mendorong inovasi produk, dan menciptakan jalur distribusi yang lebih terorganisir.
“Pendampingan yang kami lakukan ini merupakan bentuk komitmen DPMD Kukar untuk memastikan bahwa program-program strategis baik tingkat daerah hingga pusat dapat diimplementasikan secara optimal di Kukar,” tegasnya.
Arianto juga menyoroti pentingnya keberlanjutan. Pelatihan dan pendanaan hanyalah langkah awal. Tanpa dukungan ekosistem yang terintegrasi dan berkelanjutan, pelaku usaha desa akan tetap kesulitan naik kelas.
Dengan membangun jejaring yang kuat antara pelaku ekonomi lokal dan mitra eksternal, Kukar menargetkan lahirnya desa-desa mandiri yang tidak hanya hidup dari bantuan, melainkan mampu menciptakan dan mengelola peluang ekonominya sendiri. ADV/DPMDKukar/IN