Berau, Solidaritas– Keprihatinan terhadap terancamnya nasib dari Penyu, tim konservasi dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur membangun kepedulian dengan melakukan penyelamatan penyu melalui pengamanan telur-telur penyu tersebut.
Upaya pengamanan ini dilakukan pada malam hari, mengingat Penyu umumnya bertelur saat menjelang malam (sekitar pukul 20.00 Wib s.d 24.00 Wib).
Giat pengamanan pun tidak selamanya berjalan mulus. Terkadang juga menghadapi tantangan yaitu berhadapan dan beradu cepat dengan para pemburu telur penyu.
Upaya-upaya sederhana ini dilakukan dengan penuh kesabaran serta ketekunan oleh Polisi Hutan dari BKSDA Provinsi Kaltim yang bertugas di pulau indah seluas 280 hektare itu merupakan tempat konservasi penyu hijau dan penyu sisik.

Wilianto petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Kaltim kepada Solidaritas pada hari Minggu, 27/10/2024 di Pulau Sangalaki Kabupaten Berau mengatakan usai mengamankan telur penyu yang jumlahnya bisa mencapai ratusan butir tersebut, langkah selanjutnya memindahkan telur-telur ke tempat penetasan yang lebih aman guna menghindari gangguan dari predator alami serta manusia pemburu telur, dengan tujuan untuk menjamin agar telur sampai pada tahap penetasan menjadi tukik (bayi telur) sebelum nantinya dilepaskan kembali ke habitanya alamnya di Laut.
Setiap induk penyu hijau bisa bertelur 100-150 butir dengan masa inkubasi telur sekitar 50-60 hari yang bergantung pada cuaca untuk menetas menjadi tukik atau anak penyu.
Setelah menetas tukik ini kemudian dimasukan kedalam kolam sementara untuk menunggu waktu agar tukik ini siap untuk dilepas liarkan di laut .
Pelepasan tukik merupakan bagian dari upaya konservasi keanekaragaman hayati, khususnya penyu yang merupakan salah satu spesies yang terancam punah.
Akhirnya melalui konservasi yang berdedikasi ini, saat ini sudah membawa hasil. Ratusan bahkan ribuan tukik sudah dikembalikan ke habitatnya, dan ini tidak akan berakhir.
“Ini telah menjadi tekat bersama yang kuat, bahwa upaya penyelamatan Penyu hijau dan penyu Sisik beserta jenis penyu lainnya akan terus dilakukan demi melestarikan satwa dilindungi ini,” jelasnya.
Kenapa harus diselamatkan lanjut Wili, karena melalui kegiatan ini populasi penyu di alam liar bisa ditingkatkan dan menjaga ekosistem laut agar tetap seimbang.
“Biasanya kita lepas pada malam hari karena saat itu predator predator pemakan tukik seperti elang, kepiting dan juga hewan buas lainnya tidak berada disekitar pantai,” jelasnya.
Penyu rupanya memiliki keunikan. Dimana mereka akan kembali ke tempat di mana awal menetas untuk bertelur ketika dewasa di rentang umur 10-15 tahun.
“Meski dipantau berkala, di umur remaja mereka kadang hilang entah ke mana. Saat memasuki umur dewasa untuk bertelur baru akan terlihat di sekitar Sangalaki,” jelasnya.
Wili mengaku bahwa petugas di Pulau Sangalaki sangat terbatas, apalagi mengawasi ratusan meter kawasan itu, namun hal itu dianggap bukan halangan tugas menjaga kawasan itu agar tetap menjadi tempat kembang biak penyu hijau dan penyu sisik harus dijaga.
“Kami selalu melakukan patroli berjalan kaki untuk menjaga agar lubang lubang tempat pesut bertelur tetap aman, namun ada juga beberapa telur terpaksa dipindahkan ketempat yang lebih aman hingga telurnya menetas dan dikembalikan kealam liar,”jelasya.
“Kasihan. Kalau mereka bertelur pasti menangis kesakitan. Satu kali keluar 5 telur dan itu berulang sampai ratusan telur. Ketika menetas peluang hidupnya juga sangat kecil. Jadi, mari kita lindungi penyu hijau bersama-sama,” tutupnya. Bejo









