Kab. Kutai Kartanegara

Membangun Kemandirian Pangan di Desa Sumber Sari, Kutai Kartanegara

Bagikan

Kutai Kartanegara, Solidaritas-Keberadaan pasar malam yang berada di sejumlah wilayan di Kutai kartanegara dan Samarinda serta beberapa daerah lainnya menjadi tempat yang mewah bagi para petani untuk menjual hasil panen para petani , karena selain harganya cukup menjanjikan buat mereka , berjualan di pasar malam bagi para petani juga menjadi ajang belajar untuk pengembangan pertanian yang mereka kerjakan.

Hal ini  disampaikan Kepala Desa Sumber Sari, Sutarno, di mana ia menegaskan bahwa keberhasilan pertanian ini berakar dari budaya mandiri dan solidnya pengelolaan oleh petani lokal.

Saat ini para petani di Sumber Sari memilih menjual beras langsung ke pasar tradisional karena memberikan nilai jual yang lebih tinggi, mencapai Rp15.000 per kilogram, dibandingkan menjual melalui tengkulak atau sistem kolektif.

“Hal ini memberikan keuntungan yang lebih besar bagi mereka dibandingkan sistem penjualan lainnya, seperti melalui tengkulak atau koperasi, apalagi para petani juga bisa melihat kondisi pasar untuk mencari peluang tanaman baru yang bisa ditanam di tempat mereka, sehingga pengetahuan mereka semakin berkembang,” kata Sutarno.

Para petani saat ini memilih menjual langsung ke pasar karena infrastruktur sudan jauh terbuka, jalan usaha tani sudah mulai tersambung dari desa ke desa, sehingga dengan kendaraan yang dimiliki para petani, mereka sudah bisa langsung membawa hasil panen mereka menuju pasar.

Penjualan langsung ke konsumen atau pasar tradisional lanjut Sutarno menghasilkan harga jual yang lebih tinggi, yang secara signifikan menguntungkan petani secara finansial.

Jika sebelumnya perantara atau tengkulak berfungsi sebagai penyedia jasa untuk mendistribusikan hasil pertanian petani ke pasar atau konsumen. Dalam proses ini, mereka akan membeli hasil pertanian petani dengan harga yang lebih rendah dari harga jual akhir, dan selisih harga tersebut merupakan keuntungan bagi tengkulak.

Akibatnya, petani akan mendapatkan harga jual yang lebih rendah dan akhirnya memperoleh margin keuntungan yang lebih kecil dibandingkan jika mereka menjual langsung kepada konsumen akhir.
Saat ini lanjutnya Desa Sumber Sari  terus memperkuat identitasnya sebagai salah satu sentra produksi pangan utama di Kukar.

Dengan 318 bidang lahan produktif, desa ini rutin menghasilkan panen padi dua kali setahun dan mendistribusikannya secara mandiri ke pasar lokal.

Produksi gabah yang mencapai hingga 5 ton per hektare ini rutin dilakukan masyarakat desa tanpa ketergantungan terhadap korporasi besar.

Proses pengolahan padi hingga menjadi beras semuanya dilakukan sendiri oleh warga desa. Tujuh penggilingan padi milik warga menjadi penggerak utama rantai produksi.

“Kalau dulu satu penggilingan, sekarang sudah ada tujuh. Itu tumbuh karena memang ada kebutuhan dan kemampuan masyarakat,” jelas Sutarno.

Namun, di balik geliat ekonomi pertanian yang berkembang, Sutarno mengakui peran Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) belum terlihat optimal. Distribusi masih didominasi para petani dan tengkulak, dengan BUMDes hanya sesekali berperan dalam volume besar. “Mungkin nanti ada peluang kalau pasar lebih besar atau ada sistem kolektif yang matang,” katanya.

Kedepannya, Desa Sumber Sari menargetkan pengembangan produk turunan pertanian sebagai sektor baru. Upaya ini diarahkan untuk menciptakan komoditas unggulan desa yang bernilai tambah. Meski begitu, tantangan dalam pengorganisasian distribusi melalui BUMDes masih menjadi catatan penting.

Sutarno berharap kolaborasi antarpetani dapat memperkuat posisi tawar desa di pasar lokal maupun regional. “Kita ini sudah kuat di produksi, tinggal pengorganisasiannya yang perlu diperbaiki. Kalau itu bisa kita atur, hasil pertanian bisa jadi lebih menguntungkan dan stabil,” pungkasnya. ADV/Diskominfo Kukar/IL

 

 


Bagikan

Related Posts